STUDI EMPIRIS MENGENAI PENERAPAN METODE SAMPLING AUDIT
DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN
METODE SAMPLING AUDIT
ABSTRACT
To obtain the adequate evidence, auditor does not have to test all existing
transaction. Along of cost benefit consideration, it is impossible for auditor to test all
transaction evidence. Based on this consideration; then in profession recognized widely
that most evidence obtained using sampling. The limited audit sampling research
motivated the writer to conduct this research. This research is a development from
previous researches by Hall of et al. (2002) and Zarkasyi (1992). Researcher take the
governmental auditor (BPK) as research subjects because sampling problems in
goverment audit differ from the practice make an audit of the private sector (Arkin,
1982). The purpose of this research is portraying how sampling audit practice in BPK
and explore factors affecting the use of sampling method by governmental auditors...
The responses from 122 respondents show 70,5% respondents did not use the
statistical sampling method. In nonstatistics sample selection method, two techniques
which less get the support empirically namely haphazard and block sampling, in the
second (32,6%) and third rank (11,6%). There is indication of selection bias mostly in
size, measure, and location. Most respondents (76,25%) answered that they did not get
formal training in avoiding selection bias. But that way only 36,9% respondents replied
they did not use the procedures to mitigate the selection bias.
There are four factors which hypothesized affecting the method used in audit
sampling. These factors are auditor perception to statistical sampling method, auditor
perception to perceived audit risk, time pressure and experience. Result from logit
regression test indicated that among four factors hypothesized, only perception factor to
statistical sampling method is significantly influent to the method used in audit sampling.
Keywords: Sampling Audit, Governmental Auditor, Selection Bias.
PENDAHULUAN
Sampling merupakan prosedur yang umum digunakan oleh auditor. IAI melalui Standar
Profesional Akuntan Publik Seksi 350 mendefinisikan sampling sebagai:
Penerapan prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau
kelompok transaksi yang kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk
menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut.
Untuk memperoleh bukti yang memadai, auditor tidak harus memeriksa seluruh transaksi
yang ada. Dalam setiap pemeriksaan auditor, harus mempertimbangkan manfaat dan
biaya sehingga sebagian besar bukti diperoleh melalui sampel.
Hall et al. (2002) menyebutkan bahwa pengadilan federal di Amerika Serikat
sesuai dengan Federal Judicia Center 1994 memutuskan akan menerima bukti sampel,
tergantung dari apakah fakta atau data sampel tersebut merupakan “tipe sampel data yang
digunakan oleh ahli dalam bidang tertentu untuk membentuk opini atau menarik
kesimpulan atas subyek tertentu.” Dengan demikian bukti sampel yang dihimpun oleh
auditor layak dijadikan bukti di pengadilan. Dan ini merupakan tantangan bagi profesi
untuk meningkatkan kualitas pengambilan sampel. Pada kenyataannya auditor tidak akan
mengetahui apakah sampel yang diambilnya merupakan sampel yang representatif, maka
auditor maksimal hanya dapat meningkatkan kualitas pengambilan sampel menjadi
mendekati kualitas sampel yang representatif (Halim, 2001).
Menurut Arkin (1982) berbeda dengan praktik komersil, audit di pemerintahan
mempunyai tujuan yang berbeda dan memiliki permasalahan sampling yang berbeda.
Auditor Pemerintah lebih banyak terkait dengan aspek audit operasional. Auditor
pemerintah akan mengaudit aspek-aspek yang terkait dengan aktivitas entitas yang
diperiksa dan tidak seperti akuntan publik, auditor pemerintah harus menarik kesimpulan
dari berbagai aktivitas secara terpisah. Arkin (1982) mencontohkan dalam welfare
payments auditor pemerintah tidak saja memeriksa kelengkapan dokumen secara formal
tetapi juga memeriksa frekuensi dan besarnya pembayaran kepada penerima yang tidak
memenuhi syarat (ineligibles). Oleh karena itu, penggunaan sampel projection akan
berbeda untuk auditor pemerintah.
Hal lain yang membedakan penggunaan sampling antara akuntan publik dengan
auditor pemerintah yakni penggunaan bukti sampling. Akuntan publik menggunakan
sampling terutama untuk memberikan ketenangan dan perlindungan opininya atas dasar
kewajaran laporan keuangan dan hasil sampel diperuntukkan bagi dirinya dalam
memberikan pendapat. Sedangkan auditor pemerintah harus memberikan fakta spesifik
mengenai sejauh mana kesalahan terjadi dan biasanya berkaitan dengan sampel yang ada
dalam laporan audit untuk memperkuat temuan auditnya. Jadi tidak sekedar keputusan
menerima atau menolak namun dalam laporannya auditor pemerintah harus memberikan
indikasi level kesalahan yang ditemukan. Auditor pemerintah tidak bisa membatasi
sampel hanya untuk dirinya sendiri tetapi harus mempublikasikannya dalam laporan audit
untuk didistribusikan kepada sejumlah badan/organisasi di dalam atau di luar struktur
pemerintahan. Jadi metode yang merepresentasikan fakta harus ada.
Menurut Fowler et al. (1994) sampling statistik merupakan alat yang sangat
bernilai bagi auditor pemerintah. Dengan penggunaan yang tepat, sampling statistik bisa
diterima pengadilan. Selain hal tesebut di atas, ternyata penelitian-penelitian sebelumnya
menunjukkan rendahnya penggunaan sampling statistik. Penelitian Hall et al. (2000)
dengan enam ratus responden dari KAP, perusahaan publik, dan instansi pemerintah yang
diteliti, metode sampling non statistik digunakan sekitar 85% dari seluruh penggunaan
sampling audit. Dari penelitian selanjutnya yang dilakukan Hall et al. (2002) terungkap
bahwa dalam menggunakan sampling non statistik sebagian besar responden belum
melakukan upaya-upaya untuk mengurangi bias personal.
Dengan latar belakang tersebut, penelitian ini hendak meneliti praktik sampling
di lingkungan auditor pemerintah yakni Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
Penelitian juga diarahkan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
metode sampling audit di BPK. Penelitian akan mereplikasi penelitian Hall et al. (2002)
dan Zarkasy (1992) dengan seting lebih terfokus pada auditor pemerintah (BPK) dan
mengembangkannya dengan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
metode sampling non statistik atau statistik.
PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana auditor BPK memilih sampel.
2. Jika auditor sudah menggunakan metode sampling non statistik apakah sudah
melakukan upaya untuk mengurangi bias pemilihan sampel.
3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan pemilihan metode sampling
audit.
PENGEMBANGAN TEORI SAMPLING AUDIT STATISTIK DAN NON STATISTIK
Ada dua pendekatan umum dalam sampling audit yang dapat dipilih auditor untuk
memperoleh bukti audit kompeten yang memadai yaitu Sampling Statistik dan Sampling
Non Statistik.
Sampling Statistik
Guy (1981) menyatakan bahwa sampling statistik adalah penggunaan rencana sampling
(sampling plan) dengan cara sedemikian rupa sehingga hukum probabilitas digunakan
untuk membuat statement tentang suatu populasi. Ada dua syarat yang harus dipenuhi
agar suatu prosedur audit bisa dikategorikan sebagai sampling statistik. Pertama, sampel
harus dipilih secara random. Random merupakan lawan arbritrari atau judgemental.
Seleksi random menawarkan kesempatan sampel tidak akan bias. Kedua, hasil sampel
harus bisa dievaluasi secara matematis. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka
tidak bisa disebut sebagai sampling statistik. Berikut digambarkan tipe sampling audit
syarat pengkategorian tipe-tipe tersebut.
Tabel 2.1
Tipe Sampling Audit
No Types of Audit Sampling Sample Selection Sample Selection
1 100 percent Key items Conclusive
2 Judgement sample Judgement Judgmental
3 Representative Sample Random Judgmental
4 Statistical Sample Random Mathematical
Sumber: Guy, 1981
Untuk memilih sampel secara random ada beberapa metode yang bisa digunakan
a. Simple Random Sampling. Menggunakan pemilihan random untuk memastikan
bahwa tiap elemen populasi mempunyai peluang yang sama dalam pemilihan. Tabel
bilangan acak dapat dipakai untuk mecapai kerandoman (randomness).
b. Stratified Random Sampling. Membagi populasi dalam kelompok-kelompok
(grup/stratum) dan kemudian melakukan pemilihan secara random untuk tiap
kelompok. Kelebihan metode ini, pertama, pemilihan sampel bisa dihubungkan
dengan item kunci serta bisa menggunakan teknik audit berbeda untuk tiap stratum.
Kedua, stratifikasi meningkatkan reliabilitas sampel dan mengurangi besarnya
sampel (sample size) yang dibutuhkan. Jika sampel yang homogen dikelompokkan
maka keefektifan dan keefisienan sampel bisa ditingkatkan.
c. Systematic Sampling. Menggunakan random strart point kemudian memilih tiap
populasi ke n. Kelebihan utama metode ini adalah penggunaannya mudah. Namun
problem utama adalah kemungkinan masih timbul sampel yang bias (Guy, 1981).
d. Sampling Probability Proportional to Size (Dollar Unit Sampling). Memilih sampel
secara random sehingga probabilitas pilihan langsung terkait dengan nilai (size).
Dengan metode ini unit yang nilai tercatatnya besar secara proporsional akan
memiliki lebih banyak kesempatan untuk terpilih daripada unit yang nilai tercatatnya
kecil.
Menurut Halim (2001) sampling statistik memerlukan lebih banyak biaya
daripada sampling non statistik. Alasannya karena harus ada biaya yang dikeluarkan
untuk training bagi staf auditor untuk menggunakan statistik dan biaya pelaksanaan
sampling secara statistik. Namun tingginya biaya sampling statistik dikompensasi dengan
tingginya manfaat yang dapat diperoleh melalui pelaksanaan sampling statistik. Sedang
menurut Guy (1981) ada empat kelebihan sampling statistik;
a. Memungkinkan auditor menghitung reliabilitas sampel dan risiko berdasarkan
sampel.
b. Mengharuskan auditor merencanakan sampling dengan lebih baik (more orderly
manner) dibandingkan dengan sampling non statistik
c. Auditor bisa mengoptimalkan sampel size, tidak overstated atau understated, dengan
risiko yang hendak diterima terukur secara matematis.
d. Berdasarkan sampel, auditor bisa membuat statement yang obyektif mengenai
populasi sampel.
Sampling Non Statistik
Sampling non statistik merupakan pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan
kriteria subyektif berdasarkan pengalaman auditor. Guy (1981) mendefinisikan sampling
yang sampelnya dipilih secara subyektif, sehingga proses pemilihan sampel tidak random
dan hasil penyampelan tidak dievaluasi secara matematis. Ada beberapa metode
pemilihan sampel yang dikategorikan dalam sampling non statistik;
a. Haphazard sampling. Auditor memilih sampel yang diharapkan representatif
terhadap populasi lebih berdasar judgement individu tanpa menggunakan perandom
probabilistik (misalnya semacam tabel bilangan random). Untuk menghindari bias,
sampel dipilih tanpa memperhatikan ukuran, sumber, atau ciri-ciri khas lainnya
(Arrens dan Loebbecke, 2000). Tetapi kelemahan utama metode ini adalah kesulitan
untuk benar-benar menghilangkan bias pemilihan.
b. Block sampling. Menggunakan seleksi satu atau lebih kelompok elemen populasi
secara berurut. Bila satu item dalam blok terpilih maka secara berurut item-item
berikutnya dalam blok akan terpilih dengan otomatis. Metode ini secara teoritis
merupakan metode pemilihan sampel yang representatif namun jarang digunakan
karena tidak efisien. Waktu dan biaya untuk memilih sampel yang memadai agar
representatif terhadap populasi sangat mahal (Guy dan Carmichael, 2001).
c. Systematic sampling. Menggunakan start point yang ditentukan secara judgement
kemudian memilih tiap elemen populasi ke n. Sampel dipilih berdasarkan interval
yang ditentukan dari pembagian jumlah unit dalam populasi dengan jumlah sampel.
d. Directed sampling. Menggunakan seleksi berdasarkan judgement elemen bernilai
(high value) atau elemen yang diyakini mengandung error. Auditor tidak mendasarkan pada pemilihan yang mempunyai kesempatan sama (probabilistik),
namun lebih menitikberatkan pemilihan berdasarkan kriteria. Kriteria yang biasa
digunakan adalah:
1) Item-item yang paling mungkin mengandung salah saji.
2) Item-item yang memiliki karakteristik populasi tertentu.
3) Item yang mempunyai nilai tinggi (large dollar coverage).
Dibanding sampling statistik, judgement atau sampling non statistik sering
dikritik karena secara berlebihan mengandalkan intuisi dan juga sering secara irasional
dipengaruhi faktor-faktor subyektif. Kecukupan ukuran sampel tidak bisa secara obyektif
ditentukan. Misalnya reaksi personal auditor terhadap karyawan klien, proses pengadilan,
dan waktu yang tersedia untuk menyelesaikan penugasan bisa sangat mempengaruhi
ukuran sampel (Guy, 1981). Namun demikian terlepas dari kemungkinan terjadinya halhal
tersebut, sampling non statistik yang direncanakan secara tepat akan dapat seefektif
sampling statistik.
Banyak situasi yang membuat judgement sampling lebih sesuai daripada
sampling statistik. Harus dicatat bahwa sampling statistik merupakan alat yang berguna
untuk sebagian, tidak semua situasi. Apakah sampling statistik harus digunakan,
tergantung dari keputusan, tujuan audit, pertimbangan kos diferensial (dibandingkan
dengan judgement sampling) serta trade-offs antara biaya dan manfaat yang didapat
dalam pengauditan.
REVIEW PENELITIAN TERDAHULU
Sampling Non Statistik Dan Bias Seleksi
Hall et al. (2000) meneliti sejauh mana prosedur sampling non statistik digunakan auditor
dan menguji bias seleksi yang muncul dengan penggunaan sampling non statistik oleh
auditor. Dari responden yang diteliti, metode sampling non statistik digunakan sekitar
85% dari seluruh penggunaan sampling audit. Dan 90% dari jumlah tersebut
menggunakan salah satu tipe metode non statistik yakni haphazard selection. Hasil
pengujian dengan eksperimen laboratioum menunjukkan penggunaan haphazard
selection mengindikasikan adanya bias. Bias muncul terutama berkaitan dengan bentuk,
warna, dan letak. Penelitian Hall et al. (2001) selanjutnya bahkan membuktikan bahwa
penambahan jumlah sampel untuk mengurangi bias seleksi pada haphazard sampling
tidak didukung. Berdasarkan hasil penelitian ini Hall et al. (2001) memperingatkan
badan-badan penyusun standar seperti ASB dan IFAC untuk kembali menguji
kemampuan haphazard sampling dalam menghasilkan sampel yang representatif.
Penggunaan Metode Sampling
Dari beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan sampling statistik
dalam pengauditan masih rendah. Sebuah studi yang dilakukan Hitzig (1995) pada 800
Kantor Akuntan di New York menunjukkan 95,7% responden menggunakan sampling
audit. Dari jumlah tersebut 93,9% responden menggunakan sampling non statistik dan
hanya 38,7% responden yang menggunakan sampling statistik. Ini berarti 56,4%
responden hanya menggunakan sampling non statistik. Penelitian yang dilakukan Hall et
al.( 2000) terhadap 300 KAP, 200 perusahaan publik dan 100 instansi pemerintah
menunjukkan bahwa metode sampling non statistik digunakan sekitar 85% dari seluruh
penggunaan sampling audit.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Persepsi adalah proses individu menyeleksi, mengorganisir, dan menginterpretasi
rangsangan (stimuli) kedalam suatu gambaran yang berarti dan koheren dengan dunia.
Dua hipotesis pertama dikembangkan berdasarkan persepsi auditor terhadap metode
sampling statistik dan persepsi auditor terhadap risiko audit.
Persepsi Terhadap Metode Sampling Statistik
Dua penelitian sebelumnya di Indonesia, Zarkasyi (1992) dan Silaban (1993)
menunjukkan bahwa persepsi auditor mempengaruhi rendahnya penggunaan sampling
statistik. Penelitian Zarkasyi (1992) menemukan bahwa persepsi auditor mempengaruhi
rendahnya hubungan dependensi dengan frekuensi penerapan metode sampling statistik.
Sementara itu penelitian Silaban (1993) menyimpulkan bahwa mayoritas akuntan publik
belum memahami penggunaan sampling statistik untuk pemeriksaan. Dan tingkat
pemahaman tersebut berhubungan positif dengan penggunaan dan frekuensi penggunaan
sampling statistik oleh auditor. Jika persepsi auditor baik, kemungkinan mereka
menggunakan sampling statistik semakin besar. Jika persepsi auditor buruk maka
cenderung menghindari sampling statistik. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1: Persepsi auditor mengenai sampling statistik mempengaruhi penggunaan
metode sampling audit
Persepsi Terhadap Risiko Audit
Bedingfield (1974) dalam Arkin (1982) menyatakan bahwa dampak berkembangnya
tuntutan hukum terhadap KAP mengawali atau memperluas penggunaan sampling
statistik. Menurut Tucker dan Lordi (1997) sejak awal penyelidikan metode sampling
statistik oleh AICPA, mereka sangat menyadari implikasi hukum (legal) dari penggunaan
metode ini. Dan menurut kedua peneliti tersebut ketidakpuasan terhadap metode sampling
tradisional dan keraguan terhadap kemampuan bertahan pendekatan sampling tradisonal
terhadap serangan ahli statistik di pengadilan telah menjadi katalis berkembangnya
sampling statistik.
Dalam penelitian sebelumnya (Zarkasyi, 1992) menyebutkan bahwa penggunaan
metode statistik mempunyai hubungan dependensi dengan persepsi auditor terhadap
risiko audit. Hall et al. (2002) dalam pengembangan penelitian berikutnya, menyarankan
antara lain penyelidikan pengaruh persepsi audit pada pemilihan teknik sampling dan
evaluasinya. Semakin tinggi risiko audit, auditor cenderung menggunakan metode yang
menurutnya lebih obyektif dan lebih bertahan. Jika auditor menganggap risiko audit
tinggi kemungkinan ia menggunakan sampling statistik semakin besar.
H2: Persepsi auditor terhadap risiko audit mempengaruhi penggunaan metode
sampling audit
Time Pressure
Hall et al. (2000) menyebutkan bahwa penggunaan metode sampling non statistik oleh
sebagian besar akuntan publik karena semakin ketatnya persaingan. Secara umum metode
non statisitik dianggap lebih cepat dan lebih mudah dilakukan daripada metode sampling
statistik. Hall et al. (2002) menduga pertimbangan efisiensi mempengaruhi pemilihan
teknik dan evaluasi sampling.
Apabila audior didesak waktu untuk segera menyelesaikan penugasan, auditor
cenderung memilih metode sampling yang relatif cepat dan mudah. Tekanan waktu
memperbesar kemungkinan auditor tidak menggunakan metode statistik. Dihipotesiskan
dalam penelitian ini:
H3: Time Pressure mempengaruhi penggunaan metode sampling audit
Pengalaman
Menurut Ashton (1991) pengalaman auditor diukur berdasarkan lamanya bekerja atau
posisi/jabatan. Sementara itu menurut Tubbs (1992) semakin berpengalaman seorang
auditor, maka semakin berkembang pengetahuannya tentang error. Tubbs (1992)
menyatakan dalam sebuah audit seorang auditor pasti mengandalkan pengetahuan tentang
error. Pengetahuan auditor tentang error ini berguna bagi auditor untuk membuat
profesional judgement. Menurut Ponemon dan Wendell (1995) profesional judgement
memainkan peranan penting dalam pemilihan sampling non random. Halim (2001)
menyebutkan bahwa dalam sampling non statistik penentuan dan pengevaluasian sampel
dilakukan secara subyektif atas dasar pengalaman auditor.
Menurut Ponemon dan Wendell (1995) auditor yang berpengalaman menunjukkan proyeksi error yang lebih baik daripada auditor pada level junior. Akan
lebih cepat dan mudah penerapannya bagi auditor, dalam menentukan dan mengevaluasi
sampel menggunakan judgement daripada harus menghitung secara matematis. Apabila
auditor berdasarkan pengalamannya bisa menghasilkan bukti sampling yang lebih baik
tanpa harus menggunakan perhitungan statistik, maka auditor cenderung memilih metode
sampling non statistik. Dalam penelitian ini dihipotesiskan:
H4: Pengalaman mempengaruhi penggunaan metode sampling audit
Model Penelitian
METODE PENELITIAN
Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah
ditetapkan. Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah 1837 auditor BPK yang
tersebar di 7 (tujuh) kantor perwakilan BPK di seluruh Indonesia.
Sebelum digunakan dalam penelitian sesungguhnya, penelitian ini diujicobakan
(pilot test) lebih dahulu dengan menggunakan sampel beberapa auditor BPK yang
menjadi mahasiwa S2 MSi dan Maksi UGM. Respon pilot test ini digunakan untuk
memastikan pemahaman responden, reliabilitas, dan validitas kuesioner.
Survei dilakukan dengan menyebar kuesioner melalui pos (mail survey) ke masingmasing
kantor perwakilan BPK. Pengiriman kuesioner mulai dilaksanakan pada tanggal 1
Juli 2004 dan berakhir pada tanggal 15 Agustus 2004. Dari 500 kuesioner yang dikirim
sejumlah 134 kuesioner atau 26,8% yang kembali. Data yang diolah sejumlah 122 data
yang berasal dari BPK perwakilan V Banjarmasin sebanyak 40 kuesioner, BPK
Perwakilan III Yogyakarta sebanyak 50 kuesioner, BPK Perwakilan Palembang sebanyak
32 kuesioner.
PENGUKURAN VARIABEL
Persepsi Terhadap Sampling Statistik
Variabel ini diukur menggunakan 7 pertanyaan mengenai persepsi terhadap sampling
statistik yang merupakan modifikasi instrumen penelitian Zarkasyi (1992). Jawaban dari
responden diukur menggunakan skala likert 5. Ada lima pilihan untuk merespon jawaban
yaitu “Sangat Tidak Setuju”, “Setuju”, “Abstain, “Setuju”, “Sangat Setuju”. Dengan
skala ini pertanyaan disusun untuk menilai sikap atau pendapat.
Persepsi Terhadap Risiko Audit
Persepsi terhadap risiko audit diukur menggunakan 8 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dikembangkan dari Risiko Audit (Acceptable Audit Risk). Faktor yang
mempengaruhi risiko tersebut adalah derajat ketergantungan pemakai laporan auditan
(Arrens dan Loebbeck, 2001) diukur dengan pertanyaan 3 dan 8, evaluasi auditor
terhadap integritas manajemen (Arrens dan Loebbeck, 2001) diukur dengan pertanyaan 1,
2, dan 7 serta kebutuhan penggunaan bukti sampling untuk kepentingan pengadilan (Hall
et al. 2002) diukur dengan pertanyaan 4, 5 dan 6. Jawaban dari responden diukur
menggunakan skala likert 5.
Time Pressure
Untuk mengukur variabel time pressure digunakan lima pertanyaan. Kelima pertanyaan
tersebut merupakan instrumen yang digunakan Ridayeni (2003) untuk mengukur time
pressure. Kelima pertanyaan tersebut dimunculkan dari definisi. Jawaban dari responden
diukur menggunakan skala likert 5.
Pengalaman
Variabel ini diukur dari lamanya bekerja. Jumlah tahun yang diisikan responden diskala 1
sampai dengan 5. Skala ini menggantikan pengkategorian (skala) yang ditetapkan
sebelumnya di awal.
Penggunaan Metode Sampling Audit
Variabel dependen ini diukur dengan menggunakan pengkategorian 1 dan 2. Angka 1
menunjukkan responden menggunakan metode non statistik dan 2 menunjukkan
responden menggunakan metode statistik.
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
STATISTIK DESKRIPTIF
Digunakan untuk menggambarkan praktik penggunaan metode sampling audit di BPK.
Sama dengan penelitian sebelumnya (Akresh dan Tatum, 1988; Hitzig, 1995 ) hasil survei
disajikan dalam prosentase.
Latar Belakang Responden
Pendidikan dan Profesi. Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden (83,67%) berpendidikan S1. Dari 122 responden 66,4% mempunyai latar
belakang pendidikan akuntansi. Sejumlah 47 atau 38,5% auditor yang berlatar belakang
pendidikan akuntansi tersebut mempunyai register akuntan. Dari prosentase ini
menunjukkan besarnya peran profesi pendidikan dan akuntansi. Apalagi dalam Standar
Audit Pemerintahan (BPK RI, 1995) menegaskan mengikuti standar pekerjaan lapangan
IAI dan PSA yang menjabarkan standar pekerjaan lapangan tersebut.
Materi Pendidikan dan Training. Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa semua
responden menjawab mendapatkan materi statistik ketika kuliah. Namun hanya 56,6%
responden yang menjawab bahwa materi statistik yang didapat meliputi inference. Dan
hanya 69,7% responden mengaku mendapat materi sampling statistik dalam mata kuliah
auditing. Hampir semua (97,5%) responden saat bekerja di BPK RI mengikuti pelatihan
/pendidikan yang menunjang tugas pengauditan. Akan tetapi 87,7% menjawab tidak
mendapat job training tentang statistik sebagai bagian dari pendidikan profesi.
Penggunaan Metode Sampling
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 122 responden, 86 responden (70,5%) tidak
menggunakan metode statistik. Tiga puluh enam responden (29,5%) menggunakan
sampling statistik dan metode ini digunakan dengan prosentase beragam.
Bias Seleksi
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil survei menunjukkan responden
cenderung terpengaruh oleh letak dan karakteristik fisik. Rata-rata rating untuk warna
3,13 artinya pengaruh warna pada pemilihan sampel cenderung sedang atau netral. Ratarata
rating 2,32 dan 2,17 mengindikasikan auditor cenderung terpengaruh oleh ukuran
dan lokasi sebagian responden dalam pemilihan sampel. Hasil ini memperkuat penelitian
Hall et al. (2000) bahwa auditor terpengaruh karakteristik fisik dan letak dalam memilih
sampel. Dalam metode Haphazard sampling letak dan karakteristik fisik ini bisa sangat
berpengaruh pada individu sehingga menimbulkan bias seleksi.
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tipe audit yang paling sering dilakukan responden
(62,2%) adalah audit keuangan. Hasil survei menunjukkan 68,9% responden menganggap
audit keuangan merupakan tipe audit yang paling sering menggunakan sampling.
Dari tabel 4.6 dapat kita lihat bahwa pada metode sampling non statistik mayoritas
responden (48,8%) menggunakan directed sampling dalam memilih sampel. Urutan
kedua adalah Haphazard sampling (32,6%). Penelitian Hall et al. (2001) mengungkap
bahwa metode ini rentan terhadap bias personal dalam pemilihan sampel. Kelemahan
utama dari metode ini adalah kesulitan untuk benar-benar menghilangkan bias pemilihan
(Arrens dan Loebbecke, 2000). Block sampling menempati urutan ketiga dengan 11,6%.
Sedangkan pada metode sampling statistik paling banyak menggunakan
Probability proportional to size yakni 22,2%. Dan metode yang paling sedikit digunakan
responden adalah systematic sampling.
Prosedur Dan Training Untuk Menghindari Bias Seleksi
Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa mayoritas responden (76,25%) mengaku tidak
mendapatkan training formal dalam menghindari bias seleksi. Namun demikian hanya
36,9% responden yang menjawab tidak menggunakan prosedur untuk mengurangi bias
seleksi. Sebagian responden (61,5%) mengurangi bias seleksi dengan meningkatkan
jumlah sampel. Menurut Hall et al. (2001) untuk metode Haphazard penambahan sampel
kurang efektif dalam mengurangi bias seleksi.
PENGUJIAN HIPOTESIS
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi logit, karena variabel
dependennya berupa variabel dummy. Model regresi logistik mempunyai beberapa
kelebihan antara lain regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas
yang digunakan dalam model dan juga variabel bebas dalam regresi logistik bisa
campuran dari variabel kontinyu, diskrit, dan dikotomi. Modelnya sebagai berikut :
DVRit = _0 + _1PMS + _2 PRA + _3 TP + _4PNG + _ it
_0 – _4 adalah intercept
DVR adalah variabel respon yang diukur dengan variabel dummy, angka 1
untuk probabilitas responden yang menggunakan teknik sampling statistik, dan 2
untuk yang tidak menggunakan teknik sampling statistik.
PMS adalah persepsi terhadap metode sampling statistik yang diukur dengan 7
indikator.
PRA adalah persepsi terhadap risiko audit yang diukur dengan 8 indikator.
TP adalah time pressure yang diukur dengan 5 indikator.
PNG adalah pengalaman.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan regresi logistik berganda
dengan empat variabel independen. Hasil dari pengujian regresi logistik berganda dengan
tingkat signifikansi yang digunakan adalah 0.05. Hasil pengujian regresi logistik secara
ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini (Tabel 4.8).
Nilai Hosmer and Lemeshow test sebesar 0.265 dan probabilitas Chi-Square
sebesar 10.004 yang lebih besar dari tingkat signifikansi 0.05, menunjukkan bahwa model
ini sudah cukup baik, artinya tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata antara
klasifikasi yang diprediksi dengan yang diamati dan model regresi binary ini layak
dipakai untuk analisis selanjutnya. Dengan kata lain berarti model mampu memprediksi
nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok dengan data
observasinya.
Untuk melihat kecocokan model (model fit), kriteria yang digunakan adalah nilai
–2 Log Likehood (-2 LL) adanya penurunan nilai dari 148,020 menjadi 116,066
mengindikasikan bahwa model regresi ini baik. Koefisien Nagelkerke R Square sebesar
0,328 berarti model ini mempunyai kekuatan prediksi sebesar 32,8% yang di jelaskan
oleh keempat variabel tersebut, sedangkan 67,2% dijelaskan oleh variasi variabel lain.
Dengan menggunakan keempat variabel independen dalam model ini menunjukkan
ketepatan prediksi model secara keseluruhan sebesar 75,4%.
Analisis Uji Hipotesis Pertama
Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa koefisien regresi untuk Persepsi
terhadap Metode Sampling Statistik (PMS) adalah positif secara statistik signifikan pada
p < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95% persepsi
terhadap metode sampling statistik mempengaruhi penggunaan metode sampling oleh
auditor BPK. Semakin baik persepsi auditor mengenai metode sampling statistik akan
cenderung menggunakan metode sampling statistik.
Analisis Uji Hipotesis Kedua
Koefisien regresi untuk persepsi terhadap risiko audit adalah positif tetapi secara statistik
tidak signifikan pada p < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat
signifikansi 95% persepsi terhadap risiko audit tidak mempunyai pengaruh terhadap
penggunaan metode sampling. Hasil yang tidak signifikan tersebut menunjukkan bahwa
auditor tidak terpengaruh dengan risiko audit dalam menentukan pilihan metode
sampling. Kemungkinan auditor belum menyadari kelebihan metode sampling statistik
untuk memenuhi kebutuhan penggunaan bukti sampling untuk kepentingan pengadilan
(Hall et al. 2002). Dan juga tuntutan akuntabilitas baik dari legislatif maupun masyarakat
belum membuat auditor memilih metode sampling yang lebih bertahan.
Analisis Uji Hipotesis Ketiga
Koefisien regresi untuk time pressure adalah positif tetapi secara statistik tidak signifikan
pada p < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95%, time
pressure tidak mempunyai pengaruh terhadap penggunaan metode sampling. Dugaan
peneliti time pressure lebih mempengaruhi premature sign off. Oleh karena tekanan
waktu auditor memilih mengurangi sampelnya atau tidak menyelesaikan prosedur audit
lainnya. Kemungkinan sebagian besar auditor sudah memilih metode sampling non
statistik yang relatif cepat dan mudah meskipun tanpa ada tekanan waktu.
Analisis Uji Hipotesis Keempat
Koefisien regresi untuk pengalaman adalah positif tetapi secara statistis tidak signifikan
pada p < 0.05, maka disimpulkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95%, pengalaman
tidak mempunyai pengaruh terhadap penggunaan metode sampling. Berarti pengalaman
tidak mempengaruhi pemilihan metode sampling audit. Auditor berpengalaman akan
lebih baik dalam memproyeksi error dibandingkan auditor yang belum berpengalaman
(Ponemon dan Wendell,1995) tetapi tidak berarti pengalaman mempengaruhi pemilihan
metode sampling. Auditor baru atau lama cenderung memilih metode non statistik.
SARAN, KETERBATASAN DAN PENELITIAN BERIKUTNYA
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ada beberapa hal yang menjadi
implikasi dari penelitian ini.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan hal-hal berikut
untuk meningkatkan kualitas praktik sampling audit di BPK.
1. Hasil penelitian bahwa 70,5% responden tidak menggunakan metode sampling
statistik. Oleh karena itu sebaiknya BPK melakukan usaha-usaha untuk
meningkatkan kualitas perencanaan sampling, terutama yang berkaitan dengan
teknik-teknik untuk mengatasi bias pada sampling non statistik. Sampling non
statistik yang direncanakan secara tepat akan dapat seefektif sampling statistik
2. Dengan karakteristik lingkungan audit BPK yang berbeda dengan audit swasta,
disarankan untuk melakukan standarisasi prosedur sampling audit, berkaitan dengan
kemungkinan dijadikannya bukti sampling sebagai bukti audit dalam bukti
pengadilan ataupun pembuktian atas tuntutan masyarakat/legislatif.
KETERBATASAN
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya:
1. Sampel penelitian ini tidak menyebar merata di tujuh perwakilan BPK RI, sehingga
perlu kehati-hatian dalam menggeneralisasi hasil penelitian ini
2. Pengujian regresi logit menunjukkan R square yang rendah, sehingga sebagai
penelitian yang bersifat ekploratori masih banyak faktor yang belum tercakup dalam
model penelitian ini.
3. Penelitian ini selain lebih berfokus pada teknik pengambilan sampel belum
mencakup evaluasi hasil sampel.
PENELITIAN BERIKUTNYA
Sebagai penelitian yang bersifat eksploratorif maka diharapkan membuka penelitian di
masa datang. Penelitian di masa datang yang bisa dilakukan antara lain:
1. Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel yang lebih merata di ketujuh
perwakilan BPK sehingga generalisasi hasil menjadi lebih baik.
2. Dari penelitian yang bersifat ekploratori dan R square yang rendah, masih banyak
faktor yang belum tercakup dalam model penelitian ini. Misalnya perlu
dipertimbangkan pengaruh supervisi dan tipe audit.
3. Penelitian bisa dikembangkan untuk mengetahui bagaimana auditor mengevaluasi
hasil sampel dalam sampling audit.
DAFTAR PUSTAKA
Akresh, Abraham D. dan Kay W. Tatum. 1988. ”Audit Sampling-Dealing with The
Problems.” Journal of Accountancy, Dec:58-64
Arkin, Herbert. 1982. “Sampling Methods for Auditors: An Advanced Treatment.”
McGraw-Hill Book Company. New York
Arrens dan Loebbecke. 2000. “Auditing: An Integrated Approach.” Prentice Hall
International, Inc. New Jersey
SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005
991
Ashton, Alison H. 1991. “Experience and Error Frequency Knowledge as Potential
Determinants of Audit Expertise.” The Accounting Review, Vol. 66. No. 2; April
1991; pp. 218-239.
Badan Pemeriksa Keuangan-RI. 1995. Standar Audit Pemerintahan. Badan
Pemeriksa Keuangan-RI. Jakarta.
Fowler, Janert F., James E. Foster, Lisa S. Foley dan Alan H. Kvanli. 1994. “Statistics,
The Law and Government Auditors’ Sampling Procedures.” The Government
Accounting Journal; SpringVol.43:1;35-46
Guy, Dan M. 1981. “An Intorduction to Statistical Sampling in Auditing.” John Wiley
and Sons. New York.
Guy, Dan M. dan D. R. Carmichael. 2001. “Wiley Practitioner’s Guide to GAAS.” John
Wiley and Sons. New York.
Halim, Abdul. 2001. “Auditing I (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan).” Edisi 2.,UPP
AMP YKPN., Yogyakarta
Hall, T., J. Hunton, dan B. Pierce. 2000. “The Use of and selection biases associated with
non statistical sampling and auditing”. Behavioral Research in Accounting 12:231-
255
Hall, Thomas W, Terri L Herron, Bethane Jo Pierce dan Tery J. Witt. 2001. ”The
effectiveness of increasing sample size to mitigate the influence of population
characteristics in haphazard sampling.” Auditing: A Journal of Practice and
Theory; Spring; 20, 1; 169-185
Hall, Thomas W, James E Hunton dan Bethane Jo Pierce. 2002. “Sampling practices of
auditors in public accounting, industry, and government.” Accounting Horizons;
Jun; 16, 2; pg. 125-136
Hitzig, N. 1995. “Audit sampling: A survey of current practice.” The CPA Journal
(July):54-57
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik.2001. ”Standar Profesional
Akutan Publik.” Salemba Empat. Jakarta.
Ponemon, L. dan J. Wendell. 1995. ”Judmental versus random sampling in auditing: An
experimental investigation.” Auditing: A Journal of Practice & Theory 14 Fall; 17-
34
Ridayeni. 2003. “Pengaruh Tekanan Waktu, Kompleksitas Tugas dan Motivasi
Pencapaian terhadap Perhatian Auditor pada Kecurangan.” Tesis S2. Program
Magister Sains.UGM. Yogyakarta.
Silaban, Adanan. 1993. “Studi Empiris Pemahaman Akuntan Publik tentang Penggunaan
Metode Sampling Statistik Untuk Pemeriksaan Akuntan.” Tesis S2. Program
Magister Sains.UGM. Yogyakarta.
Tubbs, Richard. M. 1992. “The Effect of Experience on the Auditor’s Organization and
Amount of Knowledge.” The Accounting Review. Vol 67, No 4; October; pp. 783-
801.
Tucker III , James J dan Frank C Lordi. 1997. ”Early Efforts of The U.S. Public
Accounting Profession to Investigate The Use Of Statistical Sampling”. The
Accounting Historians Journal. Vol 24, No.1;June; pp. 93-116.
Zarkasyi, Wahyudin. 1992. “Faktor-faktor yang mempunyai hubungan dependensi
dengan rendahnya frekuensi penerapan metode sampling statistis untuk
pemeriksaan akuntan.” Tesis. FPS-UGM, Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar